termotok.blogspot.com - Diet Bicara: Manfaat Kesehatan dan Keruhanian
Almin Jawad Moerteza
Para ilmuwan masa kini telah menghempaskan semuapengorbanan diri dan kerendahan hatiMereka sembunyikan hati dlm kecerdikandan permainan bahasaRaja sejati adlh dia yg mengusai pikirannyaBukan dia yg pikirannya menguasai dunia dan dirinya
Jalaluddin RumiMatsnawi-e ma’nawi
Karena merasa tahu segala hal, Ali, seorang filosof dgn bangga berbicara apa saja di hadapan siapa saja. Ia berkisah tanpa henti laksana burung beo yg ketika berkicau sulit dihentikan. Semua orang mengenalnya lantaran kedalaman dan keluasan ilmunya. Ia tahu banyak tentang sains dan seni. Sahabatnya, Sam, terganggu oleh riuh pembicaraannya. Ia ingin agar Ali sadar bahwa pengetahuan konseptualnya tentang dunia dimana tempat mereka tinggal dan dunia yg ia bicarakan tidaklah sesederhana yg ia bayangkan.
Tapi Ali, sang filosof yg ahli mengkotak katik otak, selalu saja mementahkan argumen-argumennya. Sam terpaku. Bibirnya berhenti berucap. Rona wajahnya muram. Ada kerasahan menyelimuti sebagaimana yg tampak pd kerutan di wajahnya. Rasanya, ia ingin mengembalikkan sahabatnya yg asyik dgn dunianya sendiri. Dunia delusi. Membawanya kepada kehidupan yg sesungguhnya.
Setelah berpikir keras, ia mengajak Ali agar ikut berlayar bersamanya. Di tengah laut, penyakit Ali kambuh. Kebiasaannya berceloteh kumat lagi. Ia berbicara tentang filsafat dgn para pelaut. Para awak kapal mendengarkan dgn sabar tanpa berkata sepatah katapun. Tapi tiba-tiba dari dlm kerumunan, seorang nahkoda menyela pembicaraan dan meminta Ali agar menghentikan ocehannya.
Apakah engkau mengerti tentang filsafat?, tanya Ali. Sama sekali tidak, jawab sang nahkoda. Ali menggeleng-gelengkan kepalanya seraya berkata, Sayang sekali, sebab separuh hidupmu terbuang percuma karena tak punya pengetahuan seperti ini. Nahkoda itu pun membisu.
Ali masih saja berbicara. Dari mulutnya kata-kata mengucur deras. Ia menjelaskan bagaimana pemerintah semestinya mengatur negara. Ia berbicara bagaimana seharusnya pemerintah menangani berbagai persoalan yg mendera bangsa dan masyarakatnya.
To make the long story short - Sampai suatu malam, ketika berada di tengah lautan, dlm perjalanan pulang, badai datang bergulung-gulung disertai hujan lebat menghempaskan kapal. Kapal diremukkan oleh gelombang bak rumah yg hampir roboh karena goncangan tsunami. Sang kapten tak sanggup mengendalikan kapal. Geledak kapal mulai dipenuhi air. Kapal perlahan-lahan mulai karam. Para awak panik dan ketakutan. Kepada awak, nahkoda berseru untk bergegas meninggalkan kapal. Dalam keadaan bersiap untk terjun, si nahkoda teringat pd Ali. Segera ia menerobos kerumunan orang mencari Ali.
Di pintu kabin Ali berdiri seorang diri. Nahkoda kapal menarik tangannya. Cepatlah, kita harus meninggalkan kapal ni sesegera mungkin!, pinta sang nahkoda. Ali tampak kebingungan. Melihat Ali kebingungan, nahkoda itu berteriak lagi, Apa kau bisa berenang?. Tidak!, jawab Ali.
Sungguh sayang, kata nahkoda kapal itu sambil menggelengkan kepalanya, sebab seluruh hidupmu terbuang sia-sia karena tak tahu ilmu berenang.
Setelah badai reda, sebuah kapal yg lewat menolong mereka. Ali beserta nahkoda dan awak kapal lainnya selamat. Sejak saat itu Ali tak pernah lagi membangga-banggakan pengetahuannya. Badai di malam itu telah membuatnya membatin. Mengurangi kebiasaannya yg asal bicara. Mengobatinya dari sakit ‘bicara asal’.
Beberapa tahun sesudah peristiwa itu. Ali memberikan hadiah kepada nahkoda yg dulu menyelamatkannya yg kini menjadi sahabatnya. Hadiah itu berupa lukisan sebuah kapal di tengah samudra yg sedang diombang-ambingkan gelombang dan amukan badai. Dua bait syair tertulis dibawah lukisan itu:
Hanya benda-benda kosong yg terapung di atas air.Kosongkan dirimu dari sifat-sifat kemanusiaan, dan engkauakan mengapung di lautan penciptaan.
Ini kisah Jalaluddin Rumi dlm bukunya Matsnawi. Saya mengutip kisah ni dari buku yg menghimpun cerita-cerita menakjubkan dari negeri sufi, Tales from the land of the Sufis (Cerita-cerita Dari Negeri Sufi) karya Mojdeh Bayat dan Muhammad Ali Jamnia. Cerita ni mengajarkan banyak hal berharga kepada kita. Seperti filosof dlm cerita Rumi, kita berusaha bicara banyak tapi pembicaraan kita tak memberi manfaat dlm kehidupan. Dari sekian banyak penyakit yg diderita manusia modern sekarang ini, salah satunya adlh banyak bicara. Mereka bicara apa saja tanpa peduli pd siapa mereka bicara. Mereka bicara terus-menrus tanpa perduli apakah orang lain membutuhkan omongan mereka.
Selain dari makan dan minum, manusia modern abad ni memperoleh kesenangan (pleasure) / kepuasan (satisfaction) dari asal bicara. Mereka mengkhotbahkan tentang apa yg tak mereka lakukan. Tidak saja asal bicara, tapi mereka jg bicara asal. They talk too much about nothing. Dalam Al-Quran, Allah swt menunjukkan kemurkaan-Nya kepada orang-orang yg berbicara: Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu membicarakan apa-apa yg tak kamu kerjakan. (QS. Al-Shaf: 3) Meskipun demikian, dlm Al-Quran jg disebutkan bahwa kemampuan bicara adlh fitrah manusia yg diberikan oleh Allah seperti dinyatakan dlm surat Al-Rahman: Tuhan Yang Mahapemurah, Yang telah mengajarkan Al-Quran. Dia menciptakan manusia dan mengajarnya pandai berbicara. (QS. Al-Rahman: 1-4).
Dalam peristiwa mikraj diceritakan ketika Nabi Muhammad saw isra dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, beliau melihat di pertengahan jalan ada seorang yg mengguntingi lidahnya berulang kali. Malaikat Jibril menjelaskan, Itulah tukang-tukang ceramah yg suka memberikan nasihat kepada orang banyak tetapi ia tak mempraktikkan apa yg ia khotbahkan.
Manfaat Diet Bicara
YANG dimaksud degan diet bicara adlh tak saja meninggalkan pembicaraan yg kotor, gosip, rumor, isu, cacian, umpatan, hujatan, dan gunjingan akan tetapi memperluas / menambah jangkauan diet bicara kita untk tak membicarakan hal-hal yg tak perlu.
Faedah pertamadari mengurangi bicara adlh menyehatkan lahiriah dan batiniah kita. Menurut Imam Khomeini dlm Wasiat Sufi, anak-anak itu senang dgn permainan. Dunia mereka adlh dunia yg dipenuhi dgn canda dan tawa. Mereka memandang dunia dgn penuh ceria. Ia akan menghabiskan hidupnya dgn bermain. Kalau seorang anak itu diam, berarti dia lagi sedang sakit. Diamnya anak, bukan sekedar menunjukkan bahwa dirinya sedang sakit tetapi ia jg memberi kesempatan kepada orang lain (dokter) untk bicara. Memberi kesempatan kepada dokter untk mendiagnosa dan melakukan pengobatan. Secara lahiriah fisiknya terobati dan secara batiniah jiwanya tertolong.
Dinegri kita, setelah banyak orang dibungkam untk waktu yg lama, tiba-tiba banyak orang bicara apa saja, kapan saja, dimana saja. Seperti anak-anak, mereka berbicara terus-menerus. Mereka hanya bisa diam kalau lagi menderita sakit.
Dari beberapa penelitian ilmiah, diketahui bahwa stres yg diderita kebanyakan orang disebabkan oleh keinginan yg berlebihan. Orang yg banyak mengalami stres rentan terhadap penyakit. Mereka mengalami gangguan pd sistem imun / kekebalan dlm tubuhnya. Orang stres mengalami intensitas emosi yg tinggi (dan menyiksa): mudah tersinggung, berang, gelisah, jengkel, rasa tertekan dan sebagainya; pendeknya, kehilangan rasa aman. Selain itu, stres yg bersifat psikologis semacam ni selalu menlibatkan gejala-gejala jasmaniah: tekanan darah tinggi (hipertensi), denyut nadi dan detak jantung yg cepat, otot-otot yg menegang, telapak tangan yg berkeringat.
Al-Quran menggambarkan situasi stres ni dgn kalimat, Dijadikan-Nya dadanya sesak dan sempit, seperti orang naik ke langit (QS. Al-An’am 125). Dalam ayat lain Allah menyebut orang stres itu sebagai orang mengalami masyatan dhaka, kehidupan yg sulit dan sempit (QS. Thaha 124). Orang stres adlh orang yg kehilangan ketentraman hati / ‘sakinah’. Ini menunjukkan bahwa penyakit jiwa amat berpengaruh dlm menimbulkan gangguan fisik. Sebaliknya, penyakit fisik dpt menimbulkan gangguan jiwa. Bila hari ni Anda gelisah, risau, dan tanda-tanda stres lainnya, mengapa tak Anda tinjau kembali daftar keinginan Anda. Kurangilah keinginan Anda (termasuk keinginan Anda untk bicara tanpa jedah) jika Anda ingin hidup sehat. Demikian pula sebaliknya, bilamana hidup Anda ingin dipenuhi stres, tambalah terus keinginan Anda untk terus bicara.
Dalam dunia sufi, terkenal hadis Nabi Saw: Mutu qabla antamûtu. Matilah kamu sebelum kamu mati. Dalam kalimat itu disebut dua kali kata mati untk menunjukkan dua kematian. Kematian pd kata tamûtu adlh kematian alami, kematian yg kita kenal, al-maut al-thabi’i. Kematian pd kata perintah mûtu adlh apa yg oleh Ibn ‘Arabi sebut sebagai kematian keinginan. Inilah kematian mistikal, kematian ego. Sebenarnya kita memiliki hati yg selalu mengajak kita berbicara. Salah satu pembicaraan hati adlh mengecam perilaku-perilaku kita yg kurang baik. Jadi, kita memiliki hati yg mengobati penyakit batiniah kita. Seperti disebutkan dlm Al-Quran: Sungguh aku bersumpah demi hati yg selalu mengecam. (QS. Al-Qiyamah: 2). Menurut Sayyid Haidar Amuli, hati kita bisa bicara hanya kalau kita berkenan membunuh keinginan kita untk terus bicara, menahan mulut kita untk tak ngomong, itu berarti kita mengizinkan hati kita untk bicara lebih banyak.
Kali ni saya ingin katakan kepada Anda, Diagnosalah dirimu sebelum orang lain mendiagnosamu. Jadilah dokter bagi diri Anda sendiri, sebelum orang lain menjdi dokter bagimu. Karena dokter lain hanya akan mendatangkan banyak mudharat ketimbang maslahat. Dengan pertolongannya, bisa jadi Anda sembuh dari sakit yg kamu derita. Kamu sehat kembali. Tapi kantong Anda yg makin menipis kemungkinan bisa menjadi penyebab sakit yg kamu derita selanjutnya.
Kebiasaan kita yg asal bicara tanpa henti telah melemahkan kemampuan kita untk mendiagnosa penyakit yg kita derita. Jika anda tak dpt mengendalikan diri anda untk diam, maka alam akan memaksa anda diam untk mendengarkan orang lain. Karena kasih sayangNya, sebetulnya Tuhan menginginkan anda sehat. Sakit yg kita derita sebenarnya adlh cara Tuhan untk mendidik kita agar belajar diam. Jika anda masih tak mau diam maka jiwamu tak dpt diselamatkan (itu berarti bunuh diri).
Faedah kedua dari diet bicara adlh kemampuan untk menundukkan sikap superioritas. Sikap yg menunjukkan Anda lebih tinggi / lebih baik dari orang lain karena status, kekayaan, kekuasaan, kemampuan intelektual, / kecantikan. Dalam masyarakat, konflik sering terjadi karena semua pihak merasa berhak untk bicara. Sikap merasa lebih (lebih mulia, lebih pandai, lebih baik, dan lebih tinggi) telah menggiring kita untk terus bicara dan pd saat yg sama pembicaraan kita menyumbat pendengaran kita.
Tidak jarang, pembicaraan kita lebih banyak mengandung kekerasan ketimbang edukasi. Pembicaraan kita adlh pembicaraan yg provokatif dan tak mencerahkan. Superioritas akan melahirkan sikap defensif. Karena itu, kita selalu saja membuat gaduh situasi. Kita lebih senang menyerang kelompok lain - dgn menyudutkan dan mencemoohkannya - hanya karena perbedaan metode dakwah (daripada perbedaan paham). Kemuliaan kelompok kita terletak pd penghinaan kita terhadap kelompok lain yg berbeda mazhab dgn kita. Seolah ingin kita berkata kepada seluruh mahluk, saksikanlah manusia dan jin, betapa hinanya mereka. Banyak orang kehilangan ketengan hidupnya karena banyaknya komentar yg terucap dan dimuat di media massa. Mereka resah, cemas, takut, dan bingung. Kita menjadi penyebab penderitaan banyak orang. Nabi Saw pernah bersabda, Orang Islam adlh orang yg orang lain selamat dari gangguan lidah dan tanggannya. Dalam definisi Nabi, kita tak termasuk orang Islam lagi.
Dalam sebuah hadis Shahih Bukhari, Rasulullah saw bersabda, Tidak dihitung mukmin, orang yg suka melaknat orang lain, suka menyakiti hati orang lain, / berkata kotor.
Hadis yg lain meriwayatkan Rasulullah saw berkata, Tidak akan lurus iman seseorang sebelum lurus hatinya dan tak akan lurus hati seseorang sebelum lurus lidahnya. Dan tak pernah masuk surga seseorang yg tetangganya tak aman dari gangguan lidahnya. Orang yg lidahnya senang mengganggu tetangganya diharamkan masuk surga. Di zaman Nabi, suatu hari dilaporkan kepada Nabi perihal seorang perempuan yg kerjanya tiap hari berpuasa dan tiap malam salat tahajud, tetapi perempuan ni sering menyakiti hati tetangganya dgn lidahnya. Rasulullah saw mengatakan, Dia berada di neraka.
Laksana api, superioritas melahap apa saja yg ada dihadapannya. Ia hanya dpt dihentikan dgn siraman air yg menyejukkan. Air sejuk itu adlh kemampuan kita untk mendengarkan dgn baik / rendah hati (tawadhu). Karena, orang yg superioritas biasanya tak mau mendegarkan. Mari dengarkan cerita Kang Jalal berikut ini.
Alkisah, serombongan Quraisy datang menemui Nabi Saw. Waktu itu beliau sedang berada di masjid. Salah seorang dari mereka yg pandai bicara memberanikan diri untk bertanya perihal keberanian Nabi Saw menyebarkan agama baru. Agama yg belum pernah dibawah siapapun sebelum Nabi Saw. Kemudian ia menasehati dan meminta Nabi Saw agar menghentikan dakwahnya. Ia jg menjanjikan harta, kekuasaan, dan kemuliaan kepada Rasulullah sekiranya beliau menghentikan kegaiatan dakwahnya. Nabi saw mendengarkan dgn sabar. Tidak sekalipun beliau memotong pembicaraannya, ketika Utbah berhenti, Nabi bertanya, Sudah selesaikah ya Abal Walid? Sudah, kata Utbah. Nabi membalas ucapan Utbah dgn membaca surat Fushilat hingga usai.
Sementara itu Utbah duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya. Ia kemabali kepada kaumnya. Utbah menyeru kaumnya untk mengimani apa yg disampaikan Nabi Saw. Paling tak mereka membiarkan Nabi Saw bicara. Orang-orang Quaraisy berang, mereka berteriak marah. Orang Quraisy ternyata tak mau mendengarkan nasihat dari Utbah, seorang yg dihormati ditengah kaum Quraisy.
Peristiwa itu sudah lewat ratusan tahun yg lalu. Betapa akhlak Nabi Saw digambarkan penuh santun. Nabi Saw dgn sabar mendengarkan pendapat dan usul Utbah, seorang kafir Quraisy. Kita banyak mendengar tentang akhlak Nabi Saw yg mau menghormati pendapat orang lain. Yang mengherankan adlh akhlak kita yg menisbahkan diri sebagai pengikut Nabi Saw. Bahkan dgn Utbah, si kafir, kita kalah. Jangankan mendengarkan pendapat kaum kafir, seperti Nabi Saw. Kita bahkan tak mau mendengarkan pendapat saudara kita sesama muslim. Layaknya pembesar-pembesar Qurais kita lebih senang memilih To shoot it out! Membungkam dan memberantas sampai habis.
Manfaat ketiga dari diet bicara adlh menghapus riya dlm pembicaraan. Riya dlm pembicaraan adlh upaya merekayasa pembicaraan kita dgn tujuan menimbulkan kesan bahwa kita orang saleh. Sudah terlalu sering kita mengutip ayat-ayat kitab suci dlm pembicaraan kita (walau tak relevan dgn apa yg kita bicarakan) hanya untk membentuk kesan bahwa kita adlh orang saleh, orang alim, / orang yg dekat dgn Tuhan. Menurut Imam Al-Ghazali, termasuk kejahatan lidah (riya) bila kita ingin menunjukkan kefasihan pembicaraan kita kemudian kita hias pembicaraan kita dgn hal-hal yg tak perlu, agar orang lebih tertarik pd omongan kita dan memandang kita sebagai orang saleh. Untuk menghapus riya dlm pembicaraan kita, kita harus belajar diam / paling tak mengurangi bicara kita. Diet bicara dpt memotong kesengan kita berbicara.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw bersabda, Barangsiapa yg diam, dia pasti selamat. Sementara pd waktu lain, Rasulullah saw berkata, Diam itu kearifan tetapi sangat sedikit orang yg melakukannya.
Bagaimana kalau kita mengatur penampakkan kita bukan untk dinilai sebagai orang saleh melainkan sebagai orang pandai? Bagi sebagian orang hal itu dibolehkan asal dlm melakukannya tak berlebih-lebihan. Riya hanya berlaku dlm ibadat. Mengatur pembicaraan agar tampak fasih, dlm sebuah wawancara kerja, supaya diterima, tentu saja tak merupakan dosa. Itu hanya tak jujur. Meski demikian, kita harus belajar jujur dlm mengungkapkan siapa diri kita kepada orang lain. Sebisa mungkin, kita harus menghindari terlalu banyak melakukan ‘penopengan’. Seperti kata Rumi dlm syairnya:
Para ilmuwan masa kini telah menghempaskan semuapengorbanan diri dan kerendahan hatiMereka sembunyikan hati dan kecerdikandalam permainan bahasaRaja sejati adlh dia yg mengusai pikirannyaBukan dia yg pikirannya menguasai dunia dan dirinya
Menurut Jalaluddin Rakhmat, Kita tak menaruh kepercayaan kepada orang yg tak jujur / sering menyembunyikan pikiran dan pendapatnya. Kita menaruh kepercayaan kepada orang yg terbuka, / tak mempunyai pretensi untk dibuat-buat. Kita akan mencurigai orang yg melakukan impressionmanagement / katakanlah terlalu ‘halus’ sehingga terlalu amat sering menyembunyikan isi hatinya / membungkus pendapat dgn lambang-lambang verbal dan nonverbal. Orang yg suka bohong membuat kita sukar menebak perilakunya. Ia sepenuhnya berada dlm kontrol ‘tirany of the should’. Sebaliknya, kejujuran menyebabkan orang menjadi merdeka tanpa kendali orang lain / sesuatu yg berasal dari luar dirinya sehingga perilakunya dpt diduga (predictable). Ia adlh orang yg berhasil melepaskan diri dari tirani yg seharusnya.
Manfaat lain dari mengurangi bicara adlh memperoleh anugrah lebih dari Allah Azza wa Jalla berupa kefasihan berbicara dan terbukanya pintu kegaiban. Tentu Anda masih ingat tentang Maryam yg dikisahkan dlm Al-Quran. Karena Maryam diet bicara, Tuhan menjadikan bayi dlm buaiannya berbicara sangat jelas. Ketika Maryam kembali dari mihrabnya dgn menggendong anaknya, bayi itulah yg menjawab hujatan banyak orang. Menurut Haydar Amuli, bila kita diam sejenak, Tuhan akan memperdengarkan kepada kita dgn sangat jernih suara hati nurani kita. Lewat hati yg merupakan kediaman Tuhan dlm diri kita, Tuhan menyampaikan petunjuk-Nya. Karena terlalu banyak bicara, kita tak lagai sanggup mendengar suara Tuhan dlm hati nurani kita. Kita menjadi Tuli karena kita terlalu bising. Isyarat-isyarat gaib yg Tuhan berikan melalui hati kita terhalang oleh riuhnya pembicaraan kita.
Nabi Zakariya as amat bahagia ketika disampaikan kepadanya ihwal ia akan diakaruniai seorang putra. Zakaria as hampir tak percaya, Bagaimana mungkin aku punya anak, ya Allah. Padahal istriku mandul dan aku pun sudah tua renta. (QS. Maryam: 8) Lalu Tuhan menjawab, Hal itu mudah bagi Allah. Bukankah kamu pun asalnya tiada lalu Aku ciptakan kamu. (QS. Maryam: 9) Zakaria masih penasaran dan ia minta kepada Allah, Apa tandanya, ya Allah? Tuhan menjawab, Tandanya ialah kau harus puasa bicara. Kau tak boleh berkata kepada seorang manusia pun selama tiga hari berturut-turut. (QS. Maryam: 10)
Zakaria as diperintahkan Tuhan untk mensyukuri nikmat yg diterimanya dgn diet bicara. Ajaibnya, karena keseringan bicara, kita sekarang ni boro-boro diet bicara kita bahkan hampir tak tahu bagaimana mensyukuri karuni Tuhan kepada kita.
by.buletinmitsal
Almin Jawad Moerteza
Para ilmuwan masa kini telah menghempaskan semuapengorbanan diri dan kerendahan hatiMereka sembunyikan hati dlm kecerdikandan permainan bahasaRaja sejati adlh dia yg mengusai pikirannyaBukan dia yg pikirannya menguasai dunia dan dirinya
Jalaluddin RumiMatsnawi-e ma’nawi
Karena merasa tahu segala hal, Ali, seorang filosof dgn bangga berbicara apa saja di hadapan siapa saja. Ia berkisah tanpa henti laksana burung beo yg ketika berkicau sulit dihentikan. Semua orang mengenalnya lantaran kedalaman dan keluasan ilmunya. Ia tahu banyak tentang sains dan seni. Sahabatnya, Sam, terganggu oleh riuh pembicaraannya. Ia ingin agar Ali sadar bahwa pengetahuan konseptualnya tentang dunia dimana tempat mereka tinggal dan dunia yg ia bicarakan tidaklah sesederhana yg ia bayangkan.
Tapi Ali, sang filosof yg ahli mengkotak katik otak, selalu saja mementahkan argumen-argumennya. Sam terpaku. Bibirnya berhenti berucap. Rona wajahnya muram. Ada kerasahan menyelimuti sebagaimana yg tampak pd kerutan di wajahnya. Rasanya, ia ingin mengembalikkan sahabatnya yg asyik dgn dunianya sendiri. Dunia delusi. Membawanya kepada kehidupan yg sesungguhnya.
Setelah berpikir keras, ia mengajak Ali agar ikut berlayar bersamanya. Di tengah laut, penyakit Ali kambuh. Kebiasaannya berceloteh kumat lagi. Ia berbicara tentang filsafat dgn para pelaut. Para awak kapal mendengarkan dgn sabar tanpa berkata sepatah katapun. Tapi tiba-tiba dari dlm kerumunan, seorang nahkoda menyela pembicaraan dan meminta Ali agar menghentikan ocehannya.
Apakah engkau mengerti tentang filsafat?, tanya Ali. Sama sekali tidak, jawab sang nahkoda. Ali menggeleng-gelengkan kepalanya seraya berkata, Sayang sekali, sebab separuh hidupmu terbuang percuma karena tak punya pengetahuan seperti ini. Nahkoda itu pun membisu.
Ali masih saja berbicara. Dari mulutnya kata-kata mengucur deras. Ia menjelaskan bagaimana pemerintah semestinya mengatur negara. Ia berbicara bagaimana seharusnya pemerintah menangani berbagai persoalan yg mendera bangsa dan masyarakatnya.
To make the long story short - Sampai suatu malam, ketika berada di tengah lautan, dlm perjalanan pulang, badai datang bergulung-gulung disertai hujan lebat menghempaskan kapal. Kapal diremukkan oleh gelombang bak rumah yg hampir roboh karena goncangan tsunami. Sang kapten tak sanggup mengendalikan kapal. Geledak kapal mulai dipenuhi air. Kapal perlahan-lahan mulai karam. Para awak panik dan ketakutan. Kepada awak, nahkoda berseru untk bergegas meninggalkan kapal. Dalam keadaan bersiap untk terjun, si nahkoda teringat pd Ali. Segera ia menerobos kerumunan orang mencari Ali.
Di pintu kabin Ali berdiri seorang diri. Nahkoda kapal menarik tangannya. Cepatlah, kita harus meninggalkan kapal ni sesegera mungkin!, pinta sang nahkoda. Ali tampak kebingungan. Melihat Ali kebingungan, nahkoda itu berteriak lagi, Apa kau bisa berenang?. Tidak!, jawab Ali.
Sungguh sayang, kata nahkoda kapal itu sambil menggelengkan kepalanya, sebab seluruh hidupmu terbuang sia-sia karena tak tahu ilmu berenang.
Setelah badai reda, sebuah kapal yg lewat menolong mereka. Ali beserta nahkoda dan awak kapal lainnya selamat. Sejak saat itu Ali tak pernah lagi membangga-banggakan pengetahuannya. Badai di malam itu telah membuatnya membatin. Mengurangi kebiasaannya yg asal bicara. Mengobatinya dari sakit ‘bicara asal’.
Beberapa tahun sesudah peristiwa itu. Ali memberikan hadiah kepada nahkoda yg dulu menyelamatkannya yg kini menjadi sahabatnya. Hadiah itu berupa lukisan sebuah kapal di tengah samudra yg sedang diombang-ambingkan gelombang dan amukan badai. Dua bait syair tertulis dibawah lukisan itu:
Hanya benda-benda kosong yg terapung di atas air.Kosongkan dirimu dari sifat-sifat kemanusiaan, dan engkauakan mengapung di lautan penciptaan.
Ini kisah Jalaluddin Rumi dlm bukunya Matsnawi. Saya mengutip kisah ni dari buku yg menghimpun cerita-cerita menakjubkan dari negeri sufi, Tales from the land of the Sufis (Cerita-cerita Dari Negeri Sufi) karya Mojdeh Bayat dan Muhammad Ali Jamnia. Cerita ni mengajarkan banyak hal berharga kepada kita. Seperti filosof dlm cerita Rumi, kita berusaha bicara banyak tapi pembicaraan kita tak memberi manfaat dlm kehidupan. Dari sekian banyak penyakit yg diderita manusia modern sekarang ini, salah satunya adlh banyak bicara. Mereka bicara apa saja tanpa peduli pd siapa mereka bicara. Mereka bicara terus-menrus tanpa perduli apakah orang lain membutuhkan omongan mereka.
Selain dari makan dan minum, manusia modern abad ni memperoleh kesenangan (pleasure) / kepuasan (satisfaction) dari asal bicara. Mereka mengkhotbahkan tentang apa yg tak mereka lakukan. Tidak saja asal bicara, tapi mereka jg bicara asal. They talk too much about nothing. Dalam Al-Quran, Allah swt menunjukkan kemurkaan-Nya kepada orang-orang yg berbicara: Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu membicarakan apa-apa yg tak kamu kerjakan. (QS. Al-Shaf: 3) Meskipun demikian, dlm Al-Quran jg disebutkan bahwa kemampuan bicara adlh fitrah manusia yg diberikan oleh Allah seperti dinyatakan dlm surat Al-Rahman: Tuhan Yang Mahapemurah, Yang telah mengajarkan Al-Quran. Dia menciptakan manusia dan mengajarnya pandai berbicara. (QS. Al-Rahman: 1-4).
Dalam peristiwa mikraj diceritakan ketika Nabi Muhammad saw isra dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, beliau melihat di pertengahan jalan ada seorang yg mengguntingi lidahnya berulang kali. Malaikat Jibril menjelaskan, Itulah tukang-tukang ceramah yg suka memberikan nasihat kepada orang banyak tetapi ia tak mempraktikkan apa yg ia khotbahkan.
Manfaat Diet Bicara
YANG dimaksud degan diet bicara adlh tak saja meninggalkan pembicaraan yg kotor, gosip, rumor, isu, cacian, umpatan, hujatan, dan gunjingan akan tetapi memperluas / menambah jangkauan diet bicara kita untk tak membicarakan hal-hal yg tak perlu.
Faedah pertamadari mengurangi bicara adlh menyehatkan lahiriah dan batiniah kita. Menurut Imam Khomeini dlm Wasiat Sufi, anak-anak itu senang dgn permainan. Dunia mereka adlh dunia yg dipenuhi dgn canda dan tawa. Mereka memandang dunia dgn penuh ceria. Ia akan menghabiskan hidupnya dgn bermain. Kalau seorang anak itu diam, berarti dia lagi sedang sakit. Diamnya anak, bukan sekedar menunjukkan bahwa dirinya sedang sakit tetapi ia jg memberi kesempatan kepada orang lain (dokter) untk bicara. Memberi kesempatan kepada dokter untk mendiagnosa dan melakukan pengobatan. Secara lahiriah fisiknya terobati dan secara batiniah jiwanya tertolong.
Dinegri kita, setelah banyak orang dibungkam untk waktu yg lama, tiba-tiba banyak orang bicara apa saja, kapan saja, dimana saja. Seperti anak-anak, mereka berbicara terus-menerus. Mereka hanya bisa diam kalau lagi menderita sakit.
Dari beberapa penelitian ilmiah, diketahui bahwa stres yg diderita kebanyakan orang disebabkan oleh keinginan yg berlebihan. Orang yg banyak mengalami stres rentan terhadap penyakit. Mereka mengalami gangguan pd sistem imun / kekebalan dlm tubuhnya. Orang stres mengalami intensitas emosi yg tinggi (dan menyiksa): mudah tersinggung, berang, gelisah, jengkel, rasa tertekan dan sebagainya; pendeknya, kehilangan rasa aman. Selain itu, stres yg bersifat psikologis semacam ni selalu menlibatkan gejala-gejala jasmaniah: tekanan darah tinggi (hipertensi), denyut nadi dan detak jantung yg cepat, otot-otot yg menegang, telapak tangan yg berkeringat.
Al-Quran menggambarkan situasi stres ni dgn kalimat, Dijadikan-Nya dadanya sesak dan sempit, seperti orang naik ke langit (QS. Al-An’am 125). Dalam ayat lain Allah menyebut orang stres itu sebagai orang mengalami masyatan dhaka, kehidupan yg sulit dan sempit (QS. Thaha 124). Orang stres adlh orang yg kehilangan ketentraman hati / ‘sakinah’. Ini menunjukkan bahwa penyakit jiwa amat berpengaruh dlm menimbulkan gangguan fisik. Sebaliknya, penyakit fisik dpt menimbulkan gangguan jiwa. Bila hari ni Anda gelisah, risau, dan tanda-tanda stres lainnya, mengapa tak Anda tinjau kembali daftar keinginan Anda. Kurangilah keinginan Anda (termasuk keinginan Anda untk bicara tanpa jedah) jika Anda ingin hidup sehat. Demikian pula sebaliknya, bilamana hidup Anda ingin dipenuhi stres, tambalah terus keinginan Anda untk terus bicara.
Dalam dunia sufi, terkenal hadis Nabi Saw: Mutu qabla antamûtu. Matilah kamu sebelum kamu mati. Dalam kalimat itu disebut dua kali kata mati untk menunjukkan dua kematian. Kematian pd kata tamûtu adlh kematian alami, kematian yg kita kenal, al-maut al-thabi’i. Kematian pd kata perintah mûtu adlh apa yg oleh Ibn ‘Arabi sebut sebagai kematian keinginan. Inilah kematian mistikal, kematian ego. Sebenarnya kita memiliki hati yg selalu mengajak kita berbicara. Salah satu pembicaraan hati adlh mengecam perilaku-perilaku kita yg kurang baik. Jadi, kita memiliki hati yg mengobati penyakit batiniah kita. Seperti disebutkan dlm Al-Quran: Sungguh aku bersumpah demi hati yg selalu mengecam. (QS. Al-Qiyamah: 2). Menurut Sayyid Haidar Amuli, hati kita bisa bicara hanya kalau kita berkenan membunuh keinginan kita untk terus bicara, menahan mulut kita untk tak ngomong, itu berarti kita mengizinkan hati kita untk bicara lebih banyak.
Kali ni saya ingin katakan kepada Anda, Diagnosalah dirimu sebelum orang lain mendiagnosamu. Jadilah dokter bagi diri Anda sendiri, sebelum orang lain menjdi dokter bagimu. Karena dokter lain hanya akan mendatangkan banyak mudharat ketimbang maslahat. Dengan pertolongannya, bisa jadi Anda sembuh dari sakit yg kamu derita. Kamu sehat kembali. Tapi kantong Anda yg makin menipis kemungkinan bisa menjadi penyebab sakit yg kamu derita selanjutnya.
Kebiasaan kita yg asal bicara tanpa henti telah melemahkan kemampuan kita untk mendiagnosa penyakit yg kita derita. Jika anda tak dpt mengendalikan diri anda untk diam, maka alam akan memaksa anda diam untk mendengarkan orang lain. Karena kasih sayangNya, sebetulnya Tuhan menginginkan anda sehat. Sakit yg kita derita sebenarnya adlh cara Tuhan untk mendidik kita agar belajar diam. Jika anda masih tak mau diam maka jiwamu tak dpt diselamatkan (itu berarti bunuh diri).
Faedah kedua dari diet bicara adlh kemampuan untk menundukkan sikap superioritas. Sikap yg menunjukkan Anda lebih tinggi / lebih baik dari orang lain karena status, kekayaan, kekuasaan, kemampuan intelektual, / kecantikan. Dalam masyarakat, konflik sering terjadi karena semua pihak merasa berhak untk bicara. Sikap merasa lebih (lebih mulia, lebih pandai, lebih baik, dan lebih tinggi) telah menggiring kita untk terus bicara dan pd saat yg sama pembicaraan kita menyumbat pendengaran kita.
Tidak jarang, pembicaraan kita lebih banyak mengandung kekerasan ketimbang edukasi. Pembicaraan kita adlh pembicaraan yg provokatif dan tak mencerahkan. Superioritas akan melahirkan sikap defensif. Karena itu, kita selalu saja membuat gaduh situasi. Kita lebih senang menyerang kelompok lain - dgn menyudutkan dan mencemoohkannya - hanya karena perbedaan metode dakwah (daripada perbedaan paham). Kemuliaan kelompok kita terletak pd penghinaan kita terhadap kelompok lain yg berbeda mazhab dgn kita. Seolah ingin kita berkata kepada seluruh mahluk, saksikanlah manusia dan jin, betapa hinanya mereka. Banyak orang kehilangan ketengan hidupnya karena banyaknya komentar yg terucap dan dimuat di media massa. Mereka resah, cemas, takut, dan bingung. Kita menjadi penyebab penderitaan banyak orang. Nabi Saw pernah bersabda, Orang Islam adlh orang yg orang lain selamat dari gangguan lidah dan tanggannya. Dalam definisi Nabi, kita tak termasuk orang Islam lagi.
Dalam sebuah hadis Shahih Bukhari, Rasulullah saw bersabda, Tidak dihitung mukmin, orang yg suka melaknat orang lain, suka menyakiti hati orang lain, / berkata kotor.
Hadis yg lain meriwayatkan Rasulullah saw berkata, Tidak akan lurus iman seseorang sebelum lurus hatinya dan tak akan lurus hati seseorang sebelum lurus lidahnya. Dan tak pernah masuk surga seseorang yg tetangganya tak aman dari gangguan lidahnya. Orang yg lidahnya senang mengganggu tetangganya diharamkan masuk surga. Di zaman Nabi, suatu hari dilaporkan kepada Nabi perihal seorang perempuan yg kerjanya tiap hari berpuasa dan tiap malam salat tahajud, tetapi perempuan ni sering menyakiti hati tetangganya dgn lidahnya. Rasulullah saw mengatakan, Dia berada di neraka.
Laksana api, superioritas melahap apa saja yg ada dihadapannya. Ia hanya dpt dihentikan dgn siraman air yg menyejukkan. Air sejuk itu adlh kemampuan kita untk mendengarkan dgn baik / rendah hati (tawadhu). Karena, orang yg superioritas biasanya tak mau mendegarkan. Mari dengarkan cerita Kang Jalal berikut ini.
Alkisah, serombongan Quraisy datang menemui Nabi Saw. Waktu itu beliau sedang berada di masjid. Salah seorang dari mereka yg pandai bicara memberanikan diri untk bertanya perihal keberanian Nabi Saw menyebarkan agama baru. Agama yg belum pernah dibawah siapapun sebelum Nabi Saw. Kemudian ia menasehati dan meminta Nabi Saw agar menghentikan dakwahnya. Ia jg menjanjikan harta, kekuasaan, dan kemuliaan kepada Rasulullah sekiranya beliau menghentikan kegaiatan dakwahnya. Nabi saw mendengarkan dgn sabar. Tidak sekalipun beliau memotong pembicaraannya, ketika Utbah berhenti, Nabi bertanya, Sudah selesaikah ya Abal Walid? Sudah, kata Utbah. Nabi membalas ucapan Utbah dgn membaca surat Fushilat hingga usai.
Sementara itu Utbah duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya. Ia kemabali kepada kaumnya. Utbah menyeru kaumnya untk mengimani apa yg disampaikan Nabi Saw. Paling tak mereka membiarkan Nabi Saw bicara. Orang-orang Quaraisy berang, mereka berteriak marah. Orang Quraisy ternyata tak mau mendengarkan nasihat dari Utbah, seorang yg dihormati ditengah kaum Quraisy.
Peristiwa itu sudah lewat ratusan tahun yg lalu. Betapa akhlak Nabi Saw digambarkan penuh santun. Nabi Saw dgn sabar mendengarkan pendapat dan usul Utbah, seorang kafir Quraisy. Kita banyak mendengar tentang akhlak Nabi Saw yg mau menghormati pendapat orang lain. Yang mengherankan adlh akhlak kita yg menisbahkan diri sebagai pengikut Nabi Saw. Bahkan dgn Utbah, si kafir, kita kalah. Jangankan mendengarkan pendapat kaum kafir, seperti Nabi Saw. Kita bahkan tak mau mendengarkan pendapat saudara kita sesama muslim. Layaknya pembesar-pembesar Qurais kita lebih senang memilih To shoot it out! Membungkam dan memberantas sampai habis.
Manfaat ketiga dari diet bicara adlh menghapus riya dlm pembicaraan. Riya dlm pembicaraan adlh upaya merekayasa pembicaraan kita dgn tujuan menimbulkan kesan bahwa kita orang saleh. Sudah terlalu sering kita mengutip ayat-ayat kitab suci dlm pembicaraan kita (walau tak relevan dgn apa yg kita bicarakan) hanya untk membentuk kesan bahwa kita adlh orang saleh, orang alim, / orang yg dekat dgn Tuhan. Menurut Imam Al-Ghazali, termasuk kejahatan lidah (riya) bila kita ingin menunjukkan kefasihan pembicaraan kita kemudian kita hias pembicaraan kita dgn hal-hal yg tak perlu, agar orang lebih tertarik pd omongan kita dan memandang kita sebagai orang saleh. Untuk menghapus riya dlm pembicaraan kita, kita harus belajar diam / paling tak mengurangi bicara kita. Diet bicara dpt memotong kesengan kita berbicara.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw bersabda, Barangsiapa yg diam, dia pasti selamat. Sementara pd waktu lain, Rasulullah saw berkata, Diam itu kearifan tetapi sangat sedikit orang yg melakukannya.
Bagaimana kalau kita mengatur penampakkan kita bukan untk dinilai sebagai orang saleh melainkan sebagai orang pandai? Bagi sebagian orang hal itu dibolehkan asal dlm melakukannya tak berlebih-lebihan. Riya hanya berlaku dlm ibadat. Mengatur pembicaraan agar tampak fasih, dlm sebuah wawancara kerja, supaya diterima, tentu saja tak merupakan dosa. Itu hanya tak jujur. Meski demikian, kita harus belajar jujur dlm mengungkapkan siapa diri kita kepada orang lain. Sebisa mungkin, kita harus menghindari terlalu banyak melakukan ‘penopengan’. Seperti kata Rumi dlm syairnya:
Para ilmuwan masa kini telah menghempaskan semuapengorbanan diri dan kerendahan hatiMereka sembunyikan hati dan kecerdikandalam permainan bahasaRaja sejati adlh dia yg mengusai pikirannyaBukan dia yg pikirannya menguasai dunia dan dirinya
Menurut Jalaluddin Rakhmat, Kita tak menaruh kepercayaan kepada orang yg tak jujur / sering menyembunyikan pikiran dan pendapatnya. Kita menaruh kepercayaan kepada orang yg terbuka, / tak mempunyai pretensi untk dibuat-buat. Kita akan mencurigai orang yg melakukan impressionmanagement / katakanlah terlalu ‘halus’ sehingga terlalu amat sering menyembunyikan isi hatinya / membungkus pendapat dgn lambang-lambang verbal dan nonverbal. Orang yg suka bohong membuat kita sukar menebak perilakunya. Ia sepenuhnya berada dlm kontrol ‘tirany of the should’. Sebaliknya, kejujuran menyebabkan orang menjadi merdeka tanpa kendali orang lain / sesuatu yg berasal dari luar dirinya sehingga perilakunya dpt diduga (predictable). Ia adlh orang yg berhasil melepaskan diri dari tirani yg seharusnya.
Manfaat lain dari mengurangi bicara adlh memperoleh anugrah lebih dari Allah Azza wa Jalla berupa kefasihan berbicara dan terbukanya pintu kegaiban. Tentu Anda masih ingat tentang Maryam yg dikisahkan dlm Al-Quran. Karena Maryam diet bicara, Tuhan menjadikan bayi dlm buaiannya berbicara sangat jelas. Ketika Maryam kembali dari mihrabnya dgn menggendong anaknya, bayi itulah yg menjawab hujatan banyak orang. Menurut Haydar Amuli, bila kita diam sejenak, Tuhan akan memperdengarkan kepada kita dgn sangat jernih suara hati nurani kita. Lewat hati yg merupakan kediaman Tuhan dlm diri kita, Tuhan menyampaikan petunjuk-Nya. Karena terlalu banyak bicara, kita tak lagai sanggup mendengar suara Tuhan dlm hati nurani kita. Kita menjadi Tuli karena kita terlalu bising. Isyarat-isyarat gaib yg Tuhan berikan melalui hati kita terhalang oleh riuhnya pembicaraan kita.
Nabi Zakariya as amat bahagia ketika disampaikan kepadanya ihwal ia akan diakaruniai seorang putra. Zakaria as hampir tak percaya, Bagaimana mungkin aku punya anak, ya Allah. Padahal istriku mandul dan aku pun sudah tua renta. (QS. Maryam: 8) Lalu Tuhan menjawab, Hal itu mudah bagi Allah. Bukankah kamu pun asalnya tiada lalu Aku ciptakan kamu. (QS. Maryam: 9) Zakaria masih penasaran dan ia minta kepada Allah, Apa tandanya, ya Allah? Tuhan menjawab, Tandanya ialah kau harus puasa bicara. Kau tak boleh berkata kepada seorang manusia pun selama tiga hari berturut-turut. (QS. Maryam: 10)
Zakaria as diperintahkan Tuhan untk mensyukuri nikmat yg diterimanya dgn diet bicara. Ajaibnya, karena keseringan bicara, kita sekarang ni boro-boro diet bicara kita bahkan hampir tak tahu bagaimana mensyukuri karuni Tuhan kepada kita.
by.buletinmitsal
0 Response to "Puasa Bicara"
Posting Komentar