termotok.blogspot.com - Hari ni Allah telah suratkan takdir hamba (Hasan al-Jaizy) membaca risalah ‘ilmiah’ teranyar karya Ustadz Muhammad Ma’ruf Khazin -semoga Allah menjaganya- dlm muslimedianews.com. Beliau adlh anggota LBM NU Jawa Timur. Judul risalah beliau adlh :
‘Syaikh Albani 'Ahli Hadis' Berdusta Dalam Hadits Qunut?’
Bolehlah kiranya jika pembaca risalah kecil hamba ni menoleh sejenak di:
http://muslimedianews.com/2014/01/syaikh-albani-ahli-hadis-berdusta-dalam.html
Secara lahiriah, risalah beliau tampak begitu ilmiah, tapi secara batiniah, ia memiliki celah salah. Jika tinjauan judul ditambah, maka kesalahan semakin parah. Akhirnya secara alamiah, hamba yg masih perlu bimbingan ini, menulis risalah ni untk melakukan sebuah islah, karena ada salah yg perlu disanggah.
Dimulai dari judul, hamba kurang meridhai hingga ada 4 yg ingin dikritisi:
[1] Yang lebih tepat adlh al-Albany, bukan Albany. Namun, ni tak begitu bermasalah.
[2] Tanda kutip (‘) dlm dua kata (Ahli Hadits) isyaratkan sebuah pencibiran; dan hamba fikir Pak Ustadz mengerti maksud hamba.
[3] Lafal ‘Berdusta’ dlm judul begitu jauh dari ketepatan dlm mengaitkan dgn seorang Mujtahid dan researcher selevel al-Albany. Bisa dikatakan vulgar, maka minimal hamba katakan ‘terlalu kasar’.
[4] Trik membubuhkan tanda Tanya (?) setelah judul. Apakah untk mengesankan bahwa kalimat judul hanya sekadar bertanya / menetapkan? Yang zahir di fitrah hamba, ni adlh trik menzahirkan Insya, padahal sejatinya memaksudkan Khabar. Yakni: Zahirnya bertanya, padahal menegaskan. Not questioning, but having a statement. Tidak mempertanyakan, melainkan menetapkan. Dan Pak Ustadz tak perlu berkilah soal ini.
Kemudian, mari kupas matan risalah beliau:
MATAN: Jika kalimat Syaikh Albani di bawah ni dibaca oleh pengikut Madzhab Syafiiyah dan Nahdliyin maka mereka akan goyah dan ragu untk melakukan Qunut Subuh. Dan jika dibaca oleh pengikut Wahabi maka mereka akan keras memvonis bid’ah pd Qunut.
Dari hamba :
I don’t think so. Yang tersurat di realita: Apapun kalam Syaikh al-Albany yg bertentangan dgn Madzhab Syafi’iyyah dan Nahdliyyiin di Indonesia ni takkan membuat penganutnya ragu dan goyah; melainkan justru melabeli ‘Wahabi’, antipati, langsung di-marjuh-kan, ditentang dan dicari kesalahannya, sebagaimana yg telah dilakukan Pak Ustadz -semoga Allah menjaga Anda-. Dan hamba yakin Pak Ustadz tahu itu; karena Pak Ustadz termasuk pelakunya.
Kalam al-Albany yg mana? Ini (kutipan dari Pak Ustadz):
فَأَقُوْلُ : قَدِ اسْتَقْصَيْنَا فِي هَذَا التَّحْقِيْقِ جَمِيْعَ الْوُجُوْهِ الْمُشَارِ إِلَيْهَا وَهِيَ كُلُّهَا وَاهِيَةٌ جِدًّا ، سِوَى الْوَجْهِ اْلأَوَّلِ ، فَإِنَّهُ ضَعِيْفٌ فَقَطْ ، وَلَكِنَّهُ مُنْكَرٌ لِمَا سَيَأْتِي بَيَانُهُ . (السلسلة الضعيفة - ج 3 / ص 237)
Saya (al-Albani) berkata: Telah kami bahas secara tuntas dlm masalah ni semua riwayat hadis tentang Qunut, kesemuanya sangat dlaif, kecuali hadis yg pertama (dari Anas bin Malik). Ini hanya dlaif saja tapi munkar (bertentangan dgn hadis yg lebih sahih) sebagaimana akan dijelaskan (as-Silsilah adl-Dlaifah 3/237)
Lalu, Pak Ustadz berkata: Percayakah anda pd perkataan Syaikh Albani? Benarkah semua hadis tentang Qunut salat Subuh adlh Dlaif? Ternyata Syaikh Albani bohong! Saya yakin ia tahu hadis berikut yg disampaikan oleh Amir al-Mukminin fi al-hadis, al-Hafidz Ibnu Hajar, yg bermadzhab Syafii, yaitu:
وَقَدْ وَجَدْنَا لِحَدِيثِهِ شَاهِدًا رَوَاهُ الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مِهْرَانَ عَنْ عَبْدِ الْوَارِثِ عَنْ عَمْرٍو عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَنَسٍ قَالَ : { صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقْتُهُ ، وَخَلْفَ أَبِي بَكْرِ كَذَلِكَ ، وَخَلْفَ عُمَرَ كَذَلِكَ } . (التلخيص الحبير في تخريج أحاديث الرافعي الكبير - ج 1 / ص 479)
Sungguh kami menemukan hadis penguat bagi hadis Qunut, yg diriwayatkan oleh Hasan bin Sufyan (dalam Musnadnya) dari Ja’far bin Mihran dari Abdulwaris dari Amr dari Hasan dari Anas, ia berkata: Saya salat bersama Rasulullah Saw, maka beliau selalu membaca Qunut dlm salat Subuh hingga saya berpisah dgn beliau, saya salat di belakang Abu Bakar jg seperti itu, dan di belakang Umar jg seperti itu (at-Talkhish al-Habir 1/479)
Masih perkataan Pak Ustadz -semoga Allah memberi hamba, beliau dan kita hidayah-:
Hadis ni sama sekali tak disinggung oleh Syaikh Albani dlm kitab Silsilah-Silsilah apapun. Dlaifkah hadis tersebut? Murid Ibnu Taimiyah yg bernama Syaikh Ibnu Abdil Hadi menjawabnya:
قَالَ الْحَافِظُ أَبُوْ مُوْسَى وَجَعْفَرُ بْنُ مِهْرَانَ مِنْ جُمْلَةِ الثِّقَاةِ فَلَمْ يَبْقَ فِي هَذَا اْلإِسْنَادِ إِشْكَالٌ يُطْعَنُ بِهِ عَلَيْهِ (تنقيح التحقيق في أحاديث التعليق لابن عبد الهادي - ج 1 / ص 376)
al-Hafidz Abu Musa berkata: Ja’far bin Mihran termasuk orang terpercaya. Maka tak ada kejanggalan sedikitpun dlm sanad hadis ni yg bisa dijadikan cacatnya hadis tersebut (Tanqih at-Tahqiq 1/376)
------------------------------------------------------------------- [Mengungkap Kelalaian Ustadz Muhammad Ma'ruf Khazin] -------------------------------------------------------------------
Mari kita ungkap perlahan-lahan.
Al-Albany -rahimahullah- telah berijtihad sesuai kemampuan beliau mentakhrij, menjamak dan memeriksa jalur-jalur hadits yg berkaitan dgn Qunut Subuh. Jikalau beliau telah ber-ishaabah dlm ijtihadnya, maka dua pahala, jika beliau salah, maka tetap berpahala. Kita doakan untk beliau karena itu, bukan langsung kita curigakan berdusta. Kita tahu kesalehan dan keilmuan beliau -kecuali bagi yg tak mau mengakui tapi terlalu banyak berkicau-.
Al-Albany mengklaim telah memeriksa semua jalur periwayatan hadits berkaitan dgn Qunut Subuh, dan tiada satupun yg terangkat ke derajat maqbul keseluruhannya adlh lemah sekali (dhaif jiddan) kecuali satu, dan itupun tetap dhaif (tanpa jiddan) yg ditambah kemunkarannya disebabkan bertentangan dgn yg lebih sah (valid). Sebagaimana terjemahan Pak Ustadz.
Lalu, Pak Ustadz mulai melakukan psywar. Dan dgn tegas (pakai tanda seru = !) menyatakan: Syaikh al-Albany telah bohong! Antara judul dgn isi beda tanda Tanya dan tanda seru. J Lalu berkata:
Saya yakin ia tahu hadis berikut yg disampaikan oleh Amir al-Mukminin fi al-hadis, al-Hafidz Ibnu Hajar, yg bermadzhab Syafii, yaitu....
Dan hamba pun yakin beliau tahu, sebagai praktek bab Husnu Zhann dan pembuktian bahwa Pak Ustadz lah yg bersalah, sementara Al-Albany lah yg benar.
Pak Ustadz pun menukil dari Talkhiis al-Habiir yg beliau alihbahasakan:
Sungguh kami menemukan hadis penguat bagi hadis Qunut, yg diriwayatkan oleh Hasan bin Sufyan (dalam Musnadnya) dari Ja’far bin Mihran dari Abdulwaris dari Amr dari Hasan dari Anas, ia berkata: Saya salat bersama Rasulullah Saw, maka beliau selalu membaca Qunut dlm salat Subuh hingga saya berpisah dgn beliau, saya salat di belakang Abu Bakar jg seperti itu, dan di belakang Umar jg seperti itu (at-Talkhish al-Habir 1/479)
Maka, hamba pun langsung cek ke kitab. Nukilah Pak Ustadz benar; sebagaimana kelalaian Pak Ustadz jg benar-benar terjadi. Sebelum kelalaian itu hamba ungkap, ada baiknya kita cerahkan sanad hadits yg ditemukan oleh Ibnu Hajar:
(Matan) <== Anas bin Malik [1] <== al-Hasan [2] <== AMR [3] <== Abdul Warits [4] <== Ja’far bin Mihran [5] <== Hasan bin Sufyan.
Kelalaian Pak Ustadz : Mengutip perkataan Ibnu Hajar setengah dan meliburkan sisanya; padahal justru yg beliau liburkan itulah yg menjadi al-Qawl al-Faashil. Tetapi hamba berbaik sangka Pak Ustadz lalai dan tak membaca keterangan Ibnu Hajar di kitab yg sama, halaman yg sama, dan persis setelah kalimat yg dikutip oleh Pak Ustadz. Dan mengerikannya, ucapan Ibnu Hajar yg di-skip oleh Pak Ustadz malah meruntuhkan bangunan yg Pak Ustadz susun, menghapus nukilan terakhir dari Tanqih at-Tahqiiq dan bisa memenangkan al-Albany. Lalu Ibnu Hajar berkata pd Pak Ustadz Muhammad Khazin (perhatikan yg digarisbawahi berwarna merah):
وَغَلِطَ بَعْضُهُمْ فَصَيَّرَهُ عَنْ عَبْدِ الْوَارِثِ عَنْ عَوْفٍ فَصَارَ ظَاهِرُ الْحَدِيثِ الصِّحَّةَ وَلَيْسَ كَذَلِكَ بَلْ هُوَ مِنْ رِوَايَةِ عَمْرٍو
Dan telah BERSALAH sebagian dari mereka (dalam menyebut salah satu perawi), maka menjadikannya : ‘Dari Abdul Warits, dari Auf (عَوْفٍ)’. Sehingga zahir hadits menjadi sahih, padahal TIDAK begitu. Malah hadits itu dari dari riwayat AMR.
Dan riwayat Amr ni yg Pak Ustadz nukil lho. Coba cek siapa itu Amr, Pak Ustadz. Kalau tak mau cek, biar Ibnu Hajar sendiri yg bicara kepada Pak Ustadz mengenai Amr. Siapakah Amr ini? Ibnu Hajar berkata:
وَهُوَ ابْنُ عُبَيْدٍ رَأْسُ الْقَدَرِيَّةِ وَلَا يَقُومُ بِحَدِيثِهِ حُجَّةٌ
Dan dia (Amr adalah) Ibnu Ubayd, pemimpin (madzhab) al-Qadariyyah, dan haditsnya tak bisa dijadikan hujjah.
Nah lho, sekarang Pak Ustadz yg mengutip dari kitab Ibnu Hajar di halaman itu demi ‘kebenaran’, dan Pak Ustadz lah yg melanggar kebenaran yg disampaikan Ibnu Hajar di halaman yg sama. Wah waah.
Apa tak takut diomeli para Ulama Jarh wa Ta’dil, ustadz? Ini hamba datangkan deh kalam para ulama mengenai Amr bin Ubayd dari kitab Tahdziib al-Kamaal (22/124-125, ar-Risaalah, cet. 1):
قال أبو الحسن الميموني ، عَن أحمد بْن حنبل: ليس بأهل أن يحدث عنه
Telah berkata Abu al-Hasan al-Maymuny, dari Ahmad bin Hanbal: (Dia) bukan seorang ahli yg (layak diambil) hadits darinya.
وَقَال عَباس الدُّورِيُّ ، عَنْ يحيى بْن مَعِين: ليس بشيءٍ
Telah berkata Abbas Ad-Dury, dari Yahya bin Ma’in: (Dia) bukan apa-apa.
قَال عَمْرو بْن علي : متروك الحديث، صاحب بدعة.
Telah berkata Amr bin Aly: Matruuk al-Hadiits, ahli bid’ah. (Mungkinkah bid’ah hasanah yg dimaksud? J)
قَال أبو حاتم : متروك الحديث
Telah berkata Abu Hatim : Matruuk haditsnya.
قَال النَّسَائي: ليس بثقة، ولا يكتب حديثه
Telah berkata an-Nasa’iy: Tidak tsiqah, tak (layak) ditulis haditsnya.
قَال أبو داود الطيالسي عَن شعبة، عَنْ يونس بْن عُبَيد: كان عَمْرو بْن عُبَيد يكذب في الحديث
Telah berkata Abu Daud ath-Thayalisy, dari Syu’bah, dari Yunus bin Ubayd: Amr bin Ubayd itu berdusta dlm hadits.
قَال عفان عَنْ همام : قال مطر: واللَّه ما أصدق عَمْرو ابن عُبَيد في شئ.
Telah berkata Affan bin Hammam, telah berkata Mathar: Demi Allah, aku tak percaya Amr bin Ubayd sedikitpun.
Itu saja yg saya kutip. Masih ada beberapa. Tapi cukup segitu saja. Kalau para ulama hadits sudah mencacatkan perawi, apa Pak Ustadz mau menshahihkannya? Atau membuat riwayat baru? Atau memang sudah terbiasa dgn riwayat mardud? Nah, jawabannya mungkin bisa dipikir di sepertiga malam terakhir.
Dan mungkin rekan-rekan Pak Ustadz, serta yg bertaqlid dgn Pak Ustadz, akan gembira dgn hasil ijtihad Pak Ustadz. Namun, setelah tahu bahwa ada kecacatan dan kelalaian, apa malah akan tambah gembira?
------------------------- [Kelalaian Berikutnya] -------------------------
Kelalaian berikutnya adlh Pak Ustadz kok tak menyebutkan silsilah sanad yg dituangkan di Tanqiih at-Tahqiiq ya? Apa takut ketahuan? Atau malah tak membaca? Atau tak memperhatikan? Ini biar hamba beri tahu sanadnya:
الحسن بن سفيان في "مسنده": ثنا جعفر بن مهران السباك ثنا عبد الوارث بن سعيد ثنا عوف عن الحسن عن أنس
Al-Hasan bin Sufyan dlm Musnadnya: Telah ceritakan pd kami Ja’far bin Mihran as-Sibak, telah ceritakan pd kami Abdul Warits bin Said, telah ceritakan pd kami AUF, dari al-Hasan, dari Anas.
Hamba tertibkan ya:
(Matan) <== Anas [1] <== al-Hasan [2] <== AUF [3] <== Abdul Warits [4] <== Ja’far bin Mihran [5] <== al-Hasan bin Sufyan.
Sanad di atas ada di kitab Tanqiih at-Tahqiiq, karya Ibnu Abdil Hady (w. 744 H) dan jg karya adz-Dzahaby (w. 748 H).
MASALAHNYA: penulisan AUF itu salah, sudah diralat oleh Ibnu Hajar dlm Talkhiis al-Habiir; sebagaimana yg telah hamba jelaskan di atas. Yang benar adlh AMR, dan AMR di-jarh oleh para ulama. Haditsnya tak hasan, apalagi shahih. Nah lho?
Sekarang, yg benar siapa? Muhammad M. Khazin / Muhammad Nashiruddin al-Albany?
Orang baik itu adlh yg mau rujuk ketika sudah jelas bersalah. Tetapi, biasanya orang yg tak mau rujuk ketika sudah dikenal bersalah adlh orang yg sedari awal sudah tahu bersalah tapi tetap saja bergaya gagah.
Akhirnya, saya sampaikan salam untk Ustadz Muhammad Ma’ruf Khazin. Semoga Allah lindungi beliau, keluarga dan rekan-rekan Aswaja. Semua dari kita bersaudara.
Your little brother, Hasan al-Jaizy
Sumber : http://catatan-ibn-al-jaizy.blogspot.com/2014/01/bertaruh-tengsinmengungkap-kelalaian.html
‘Syaikh Albani 'Ahli Hadis' Berdusta Dalam Hadits Qunut?’
Bolehlah kiranya jika pembaca risalah kecil hamba ni menoleh sejenak di:
http://muslimedianews.com/2014/01/syaikh-albani-ahli-hadis-berdusta-dalam.html
Secara lahiriah, risalah beliau tampak begitu ilmiah, tapi secara batiniah, ia memiliki celah salah. Jika tinjauan judul ditambah, maka kesalahan semakin parah. Akhirnya secara alamiah, hamba yg masih perlu bimbingan ini, menulis risalah ni untk melakukan sebuah islah, karena ada salah yg perlu disanggah.
Dimulai dari judul, hamba kurang meridhai hingga ada 4 yg ingin dikritisi:
[1] Yang lebih tepat adlh al-Albany, bukan Albany. Namun, ni tak begitu bermasalah.
[2] Tanda kutip (‘) dlm dua kata (Ahli Hadits) isyaratkan sebuah pencibiran; dan hamba fikir Pak Ustadz mengerti maksud hamba.
[3] Lafal ‘Berdusta’ dlm judul begitu jauh dari ketepatan dlm mengaitkan dgn seorang Mujtahid dan researcher selevel al-Albany. Bisa dikatakan vulgar, maka minimal hamba katakan ‘terlalu kasar’.
[4] Trik membubuhkan tanda Tanya (?) setelah judul. Apakah untk mengesankan bahwa kalimat judul hanya sekadar bertanya / menetapkan? Yang zahir di fitrah hamba, ni adlh trik menzahirkan Insya, padahal sejatinya memaksudkan Khabar. Yakni: Zahirnya bertanya, padahal menegaskan. Not questioning, but having a statement. Tidak mempertanyakan, melainkan menetapkan. Dan Pak Ustadz tak perlu berkilah soal ini.
Kemudian, mari kupas matan risalah beliau:
MATAN: Jika kalimat Syaikh Albani di bawah ni dibaca oleh pengikut Madzhab Syafiiyah dan Nahdliyin maka mereka akan goyah dan ragu untk melakukan Qunut Subuh. Dan jika dibaca oleh pengikut Wahabi maka mereka akan keras memvonis bid’ah pd Qunut.
Dari hamba :
I don’t think so. Yang tersurat di realita: Apapun kalam Syaikh al-Albany yg bertentangan dgn Madzhab Syafi’iyyah dan Nahdliyyiin di Indonesia ni takkan membuat penganutnya ragu dan goyah; melainkan justru melabeli ‘Wahabi’, antipati, langsung di-marjuh-kan, ditentang dan dicari kesalahannya, sebagaimana yg telah dilakukan Pak Ustadz -semoga Allah menjaga Anda-. Dan hamba yakin Pak Ustadz tahu itu; karena Pak Ustadz termasuk pelakunya.
Kalam al-Albany yg mana? Ini (kutipan dari Pak Ustadz):
فَأَقُوْلُ : قَدِ اسْتَقْصَيْنَا فِي هَذَا التَّحْقِيْقِ جَمِيْعَ الْوُجُوْهِ الْمُشَارِ إِلَيْهَا وَهِيَ كُلُّهَا وَاهِيَةٌ جِدًّا ، سِوَى الْوَجْهِ اْلأَوَّلِ ، فَإِنَّهُ ضَعِيْفٌ فَقَطْ ، وَلَكِنَّهُ مُنْكَرٌ لِمَا سَيَأْتِي بَيَانُهُ . (السلسلة الضعيفة - ج 3 / ص 237)
Saya (al-Albani) berkata: Telah kami bahas secara tuntas dlm masalah ni semua riwayat hadis tentang Qunut, kesemuanya sangat dlaif, kecuali hadis yg pertama (dari Anas bin Malik). Ini hanya dlaif saja tapi munkar (bertentangan dgn hadis yg lebih sahih) sebagaimana akan dijelaskan (as-Silsilah adl-Dlaifah 3/237)
Lalu, Pak Ustadz berkata: Percayakah anda pd perkataan Syaikh Albani? Benarkah semua hadis tentang Qunut salat Subuh adlh Dlaif? Ternyata Syaikh Albani bohong! Saya yakin ia tahu hadis berikut yg disampaikan oleh Amir al-Mukminin fi al-hadis, al-Hafidz Ibnu Hajar, yg bermadzhab Syafii, yaitu:
وَقَدْ وَجَدْنَا لِحَدِيثِهِ شَاهِدًا رَوَاهُ الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مِهْرَانَ عَنْ عَبْدِ الْوَارِثِ عَنْ عَمْرٍو عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَنَسٍ قَالَ : { صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقْتُهُ ، وَخَلْفَ أَبِي بَكْرِ كَذَلِكَ ، وَخَلْفَ عُمَرَ كَذَلِكَ } . (التلخيص الحبير في تخريج أحاديث الرافعي الكبير - ج 1 / ص 479)
Sungguh kami menemukan hadis penguat bagi hadis Qunut, yg diriwayatkan oleh Hasan bin Sufyan (dalam Musnadnya) dari Ja’far bin Mihran dari Abdulwaris dari Amr dari Hasan dari Anas, ia berkata: Saya salat bersama Rasulullah Saw, maka beliau selalu membaca Qunut dlm salat Subuh hingga saya berpisah dgn beliau, saya salat di belakang Abu Bakar jg seperti itu, dan di belakang Umar jg seperti itu (at-Talkhish al-Habir 1/479)
Masih perkataan Pak Ustadz -semoga Allah memberi hamba, beliau dan kita hidayah-:
Hadis ni sama sekali tak disinggung oleh Syaikh Albani dlm kitab Silsilah-Silsilah apapun. Dlaifkah hadis tersebut? Murid Ibnu Taimiyah yg bernama Syaikh Ibnu Abdil Hadi menjawabnya:
قَالَ الْحَافِظُ أَبُوْ مُوْسَى وَجَعْفَرُ بْنُ مِهْرَانَ مِنْ جُمْلَةِ الثِّقَاةِ فَلَمْ يَبْقَ فِي هَذَا اْلإِسْنَادِ إِشْكَالٌ يُطْعَنُ بِهِ عَلَيْهِ (تنقيح التحقيق في أحاديث التعليق لابن عبد الهادي - ج 1 / ص 376)
al-Hafidz Abu Musa berkata: Ja’far bin Mihran termasuk orang terpercaya. Maka tak ada kejanggalan sedikitpun dlm sanad hadis ni yg bisa dijadikan cacatnya hadis tersebut (Tanqih at-Tahqiq 1/376)
------------------------------------------------------------------- [Mengungkap Kelalaian Ustadz Muhammad Ma'ruf Khazin] -------------------------------------------------------------------
Mari kita ungkap perlahan-lahan.
Al-Albany -rahimahullah- telah berijtihad sesuai kemampuan beliau mentakhrij, menjamak dan memeriksa jalur-jalur hadits yg berkaitan dgn Qunut Subuh. Jikalau beliau telah ber-ishaabah dlm ijtihadnya, maka dua pahala, jika beliau salah, maka tetap berpahala. Kita doakan untk beliau karena itu, bukan langsung kita curigakan berdusta. Kita tahu kesalehan dan keilmuan beliau -kecuali bagi yg tak mau mengakui tapi terlalu banyak berkicau-.
Al-Albany mengklaim telah memeriksa semua jalur periwayatan hadits berkaitan dgn Qunut Subuh, dan tiada satupun yg terangkat ke derajat maqbul keseluruhannya adlh lemah sekali (dhaif jiddan) kecuali satu, dan itupun tetap dhaif (tanpa jiddan) yg ditambah kemunkarannya disebabkan bertentangan dgn yg lebih sah (valid). Sebagaimana terjemahan Pak Ustadz.
Lalu, Pak Ustadz mulai melakukan psywar. Dan dgn tegas (pakai tanda seru = !) menyatakan: Syaikh al-Albany telah bohong! Antara judul dgn isi beda tanda Tanya dan tanda seru. J Lalu berkata:
Saya yakin ia tahu hadis berikut yg disampaikan oleh Amir al-Mukminin fi al-hadis, al-Hafidz Ibnu Hajar, yg bermadzhab Syafii, yaitu....
Dan hamba pun yakin beliau tahu, sebagai praktek bab Husnu Zhann dan pembuktian bahwa Pak Ustadz lah yg bersalah, sementara Al-Albany lah yg benar.
Pak Ustadz pun menukil dari Talkhiis al-Habiir yg beliau alihbahasakan:
Sungguh kami menemukan hadis penguat bagi hadis Qunut, yg diriwayatkan oleh Hasan bin Sufyan (dalam Musnadnya) dari Ja’far bin Mihran dari Abdulwaris dari Amr dari Hasan dari Anas, ia berkata: Saya salat bersama Rasulullah Saw, maka beliau selalu membaca Qunut dlm salat Subuh hingga saya berpisah dgn beliau, saya salat di belakang Abu Bakar jg seperti itu, dan di belakang Umar jg seperti itu (at-Talkhish al-Habir 1/479)
Maka, hamba pun langsung cek ke kitab. Nukilah Pak Ustadz benar; sebagaimana kelalaian Pak Ustadz jg benar-benar terjadi. Sebelum kelalaian itu hamba ungkap, ada baiknya kita cerahkan sanad hadits yg ditemukan oleh Ibnu Hajar:
(Matan) <== Anas bin Malik [1] <== al-Hasan [2] <== AMR [3] <== Abdul Warits [4] <== Ja’far bin Mihran [5] <== Hasan bin Sufyan.
Kelalaian Pak Ustadz : Mengutip perkataan Ibnu Hajar setengah dan meliburkan sisanya; padahal justru yg beliau liburkan itulah yg menjadi al-Qawl al-Faashil. Tetapi hamba berbaik sangka Pak Ustadz lalai dan tak membaca keterangan Ibnu Hajar di kitab yg sama, halaman yg sama, dan persis setelah kalimat yg dikutip oleh Pak Ustadz. Dan mengerikannya, ucapan Ibnu Hajar yg di-skip oleh Pak Ustadz malah meruntuhkan bangunan yg Pak Ustadz susun, menghapus nukilan terakhir dari Tanqih at-Tahqiiq dan bisa memenangkan al-Albany. Lalu Ibnu Hajar berkata pd Pak Ustadz Muhammad Khazin (perhatikan yg digarisbawahi berwarna merah):
وَغَلِطَ بَعْضُهُمْ فَصَيَّرَهُ عَنْ عَبْدِ الْوَارِثِ عَنْ عَوْفٍ فَصَارَ ظَاهِرُ الْحَدِيثِ الصِّحَّةَ وَلَيْسَ كَذَلِكَ بَلْ هُوَ مِنْ رِوَايَةِ عَمْرٍو
Dan telah BERSALAH sebagian dari mereka (dalam menyebut salah satu perawi), maka menjadikannya : ‘Dari Abdul Warits, dari Auf (عَوْفٍ)’. Sehingga zahir hadits menjadi sahih, padahal TIDAK begitu. Malah hadits itu dari dari riwayat AMR.
Dan riwayat Amr ni yg Pak Ustadz nukil lho. Coba cek siapa itu Amr, Pak Ustadz. Kalau tak mau cek, biar Ibnu Hajar sendiri yg bicara kepada Pak Ustadz mengenai Amr. Siapakah Amr ini? Ibnu Hajar berkata:
وَهُوَ ابْنُ عُبَيْدٍ رَأْسُ الْقَدَرِيَّةِ وَلَا يَقُومُ بِحَدِيثِهِ حُجَّةٌ
Dan dia (Amr adalah) Ibnu Ubayd, pemimpin (madzhab) al-Qadariyyah, dan haditsnya tak bisa dijadikan hujjah.
Nah lho, sekarang Pak Ustadz yg mengutip dari kitab Ibnu Hajar di halaman itu demi ‘kebenaran’, dan Pak Ustadz lah yg melanggar kebenaran yg disampaikan Ibnu Hajar di halaman yg sama. Wah waah.
Apa tak takut diomeli para Ulama Jarh wa Ta’dil, ustadz? Ini hamba datangkan deh kalam para ulama mengenai Amr bin Ubayd dari kitab Tahdziib al-Kamaal (22/124-125, ar-Risaalah, cet. 1):
قال أبو الحسن الميموني ، عَن أحمد بْن حنبل: ليس بأهل أن يحدث عنه
Telah berkata Abu al-Hasan al-Maymuny, dari Ahmad bin Hanbal: (Dia) bukan seorang ahli yg (layak diambil) hadits darinya.
وَقَال عَباس الدُّورِيُّ ، عَنْ يحيى بْن مَعِين: ليس بشيءٍ
Telah berkata Abbas Ad-Dury, dari Yahya bin Ma’in: (Dia) bukan apa-apa.
قَال عَمْرو بْن علي : متروك الحديث، صاحب بدعة.
Telah berkata Amr bin Aly: Matruuk al-Hadiits, ahli bid’ah. (Mungkinkah bid’ah hasanah yg dimaksud? J)
قَال أبو حاتم : متروك الحديث
Telah berkata Abu Hatim : Matruuk haditsnya.
قَال النَّسَائي: ليس بثقة، ولا يكتب حديثه
Telah berkata an-Nasa’iy: Tidak tsiqah, tak (layak) ditulis haditsnya.
قَال أبو داود الطيالسي عَن شعبة، عَنْ يونس بْن عُبَيد: كان عَمْرو بْن عُبَيد يكذب في الحديث
Telah berkata Abu Daud ath-Thayalisy, dari Syu’bah, dari Yunus bin Ubayd: Amr bin Ubayd itu berdusta dlm hadits.
قَال عفان عَنْ همام : قال مطر: واللَّه ما أصدق عَمْرو ابن عُبَيد في شئ.
Telah berkata Affan bin Hammam, telah berkata Mathar: Demi Allah, aku tak percaya Amr bin Ubayd sedikitpun.
Itu saja yg saya kutip. Masih ada beberapa. Tapi cukup segitu saja. Kalau para ulama hadits sudah mencacatkan perawi, apa Pak Ustadz mau menshahihkannya? Atau membuat riwayat baru? Atau memang sudah terbiasa dgn riwayat mardud? Nah, jawabannya mungkin bisa dipikir di sepertiga malam terakhir.
Dan mungkin rekan-rekan Pak Ustadz, serta yg bertaqlid dgn Pak Ustadz, akan gembira dgn hasil ijtihad Pak Ustadz. Namun, setelah tahu bahwa ada kecacatan dan kelalaian, apa malah akan tambah gembira?
------------------------- [Kelalaian Berikutnya] -------------------------
Kelalaian berikutnya adlh Pak Ustadz kok tak menyebutkan silsilah sanad yg dituangkan di Tanqiih at-Tahqiiq ya? Apa takut ketahuan? Atau malah tak membaca? Atau tak memperhatikan? Ini biar hamba beri tahu sanadnya:
الحسن بن سفيان في "مسنده": ثنا جعفر بن مهران السباك ثنا عبد الوارث بن سعيد ثنا عوف عن الحسن عن أنس
Al-Hasan bin Sufyan dlm Musnadnya: Telah ceritakan pd kami Ja’far bin Mihran as-Sibak, telah ceritakan pd kami Abdul Warits bin Said, telah ceritakan pd kami AUF, dari al-Hasan, dari Anas.
Hamba tertibkan ya:
(Matan) <== Anas [1] <== al-Hasan [2] <== AUF [3] <== Abdul Warits [4] <== Ja’far bin Mihran [5] <== al-Hasan bin Sufyan.
Sanad di atas ada di kitab Tanqiih at-Tahqiiq, karya Ibnu Abdil Hady (w. 744 H) dan jg karya adz-Dzahaby (w. 748 H).
MASALAHNYA: penulisan AUF itu salah, sudah diralat oleh Ibnu Hajar dlm Talkhiis al-Habiir; sebagaimana yg telah hamba jelaskan di atas. Yang benar adlh AMR, dan AMR di-jarh oleh para ulama. Haditsnya tak hasan, apalagi shahih. Nah lho?
Sekarang, yg benar siapa? Muhammad M. Khazin / Muhammad Nashiruddin al-Albany?
Orang baik itu adlh yg mau rujuk ketika sudah jelas bersalah. Tetapi, biasanya orang yg tak mau rujuk ketika sudah dikenal bersalah adlh orang yg sedari awal sudah tahu bersalah tapi tetap saja bergaya gagah.
Akhirnya, saya sampaikan salam untk Ustadz Muhammad Ma’ruf Khazin. Semoga Allah lindungi beliau, keluarga dan rekan-rekan Aswaja. Semua dari kita bersaudara.
Your little brother, Hasan al-Jaizy
Sumber : http://catatan-ibn-al-jaizy.blogspot.com/2014/01/bertaruh-tengsinmengungkap-kelalaian.html
0 Response to "SYAIKH AL-ALBANY BERDUSTA TENTANG HADITS QUNUT? - Al Qur'an"
Posting Komentar