termotok.blogspot.com - Ada beberapa pesantren di Indonesia yg kerapkali menjadi kiblat bagi pesantren-pesantren yg lain. Misalnya, pesantren Gontor dgn sistem bilingual (dua bahasa)-nya dan Pesantren Lirboyo dgn kitab kuningnya. Kedua sistem ni punya kelebihan dan kelemahan. Dan pesantren Darussalam di Natar, Lampung Selatan, mencoba mengambil sistem yg ada di Gontor ini.
Semuanya bermula pd 1970-an, saat KH. Ali Rajamarga menyantrenkan anaknya (KH. Rolip Ali) di Pesantren Darussalam Gontor yg ada di Jawa Timur. Melihat sistem pendidikan yg diajarkan di Gontor sangat bagus, yaitu menekankan bahasa Arab dan Inggris (bilingual) dlm percakapan sehari-hari para santri, maka hal ni mengusik batin beliau untk mendirikan hal serupa di Lampung.
Sebagai pengusaha kopi dan cengkeh yg tak pernah sekolah, KH. Ali Rajamarga yg sudah almarhum ni tak perlu berpikir panjang untk mewujudkan rencana ini. Dengan uang yg cukup di tangan, maka beliau pun segera membuka lahan untk pendirian pesantren dgn nama serupa, yaitu Darussalam, berlokasi di Jl. Lintas Sumatera Km.30-31, Banjar Negeri Natar, Lampung Selatan. Kini, pesantren telah memiliki lahan 14 hektar. Hanya 4 hektar yg digunakan untk lembaga pendidikan pesantren dan sisanya ditanami pohon Sengon, yg banyak berdiri di sisi-sisi jalan menuju pesantren.
Sebagai pesantren yg terinspirasi dari sistem Gontor Jawa Timur, otomatis sistem pendidikan yg diterapkan di Darussalam Lampung ni pun sama. Yaitu, tiap hari para santri diwajibkan untk berbicara bahasa Arab dan Inggris. Jika tidak, mereka akan dikenakan sanksi administratif berupa membersihkan water closed (WC), halaman pesantren dan sebagainya.
Dalam perjalanannya, ternyata Pesantren Darussalam Lampung ni pun cukup berhasil. Terbukti, banyak orang tua yg ingin menyantrenkan anaknya di pesantren ini. Sejak tahun 1974-1987 (masa-masa awal), pesantren rata-rata menerima 750 anak tiap angkatan. Lalu, meningkat lagi pd 1987-1998 yg merupakan masa keemasan, yaitu 3000 santri. Sejak itu, pesantren ni pun seolah menjadi trandmark pesantren modern di Lampung.
Cobalah Anda lihat bangunan-bangunan yg cukup megah dan asri Pesantren Darussalam, maka santri pun seolah semakin termanjakan dgn situasi sosial dan sistem pendidikan yg ada. Maka, tak heran, jika santri yg belajar di sini banyak yg datang dari penjuru daerah, tak saja dari daerah Lampung tapi jg dari daerah Jawa, dan sebagainya.
Pada masa puncaknya, pesantren ni kerapkali dikunjungi para pejabat, mentri, para hakim, anggota dewan, staf ahli dan para ulama dari berbagai penjuru Indonesia. Bahkan, duta besar dari negara-negara sahabat jg kerapkali datang ke tempat ini, untk meninjau dan menjalin persahabatan.
Ya, secara sosial maupun edukasi, pesantren Darussalam telah memberikan dampak positif yg sangat banyak, tak saja buat lingkungan sekitar, yaitu daerah Natar, tapi jg daerah-daerah di sekitarnya. Setidaknya iklim religius telah terbentuk di lingkungan sekitar pesantren.
Namun, memasuki tahun 1998-sekarang pesantren ni pun mengalami perubahan yg cukup signifikan. Tantangan globalisasi yg semakin akut, rupanya ikut dirasakan jg oleh pesantren ini. Tampaknya, pilihan orang tua yg lebih senang memasukkan anak-anaknya kepada lembaga-lembaga pendidikan formal, rupanya ikut berpengaruh pd perkembangan pesantren ini. Lambat laun, santri yg belajar di pesantren ni pun semakin berkurang; dan itu jg dirasakan oleh pesantren-pesantren lainnya di Indonesia. Namun, justru, pd saat bersamaan kita kerapkali melihat pesantren-pesantren baru bermunculan yg menawarkan sesuatu yg baru, seperti pesantren wirausaha dan sebagainya.
Bagi Drs. Amin Effendi, AM, ni adlh tantangan terbesar yg dihadapi pesantren, khususnya pesantren Darussalam. Setelah saya denger dari berbagai kiayi pesantren, ternyata masalahnya sama. Pesantren memang sedang dihadapkan pd tantangan yg serius akibat globalisasi. Jadi, kita harus pandai-pandai untk menyesuaikan diri, ujar lelaki yg tampak bersahaja ini.
Meski begitu, lelaki yg jg menjadi pengasuh pesantren ini, tetap akan berusaha semaksimal mungkin untk memajukan ini. Bukan berarti ketika sedang merosot, lalu kita tinggalkan. Kan kita jg niatnya untk beribadah kepada Allah, ujar sosok yg sudah bergabung dgn pesantren sejak awal keberadaannya ni kalem.
Dalam sistem pendidikannya, pesantren ni memadukan dua kurikulum: kurikulum Depag dan kurikulum pondok. Masa belajar yg ditempuh santri adlh 6 tahun (MTsN dan MAN), yg dinamakan pesantren dgn istilah Kulliyatul Mu'allimin Mu'allimat Al-Islamiyah (KMI). Jadi, setelah santri tamat dari pendidikan, mereka akan mendapatkan 3 ijazah sekaligus: MTsN, MAN dan KMI.
Selain itu, di pesantren jg diadakan pendidikan untk Raudhatul Athfal Darussalam (RAD) dan Madrasah Ibtidaiyah Darussalam (MID). Bahkan, sebelumnya, pesantren jg pernah menyelenggarakan lembaga pendidikan tinggi yg bernama STAID (Sekolah Tinggi Agama Islam Darussalam). Lembaga perguruan tinggi ni sempat beberapa kali meluluskan mahasiswa dan mahasiswinya. Namun, karena beberapa hal, sementara STAID ditiadakan dulu.
Kini, menurut Drs. Amin Effendi, AM, pesantren terus berbenah diri agar selalu bisa beradaptasi dgn perkembangan zaman, terutama agar tak kehilangan / ditinggalkan oleh santri. Yang jelas, satu hal yg menjadi prinsip pesantren adlh tetap mempertahankan sekolah agama, bukan sekolah umum semacam SMP / SMA, seperti yg pernah diusulkan oleh berbagai pihak. Semoga pesantren yg berdiri karena spirit Gontor dlm diri sang pendirinya ini, terus eksis di tengah-tengah masyarakat! Amien.
other source : http://lintas.me, http://epholic.blogspot.com, http://hipwee.com
0 Response to "[Opini] Ponpes Darussalam, "SPIRIT GONTOR SANG PENDIRI""
Posting Komentar