
Bagi muslim yg mempu berdiri, tak ada alasan baginya untk tak shalat dlm keadaan berdiri. Tapi muncul pertanyaan kemudian, bagaimana jika Imamnya yg tak bisa berdiri sehingga harus shalat dlm keadaan duduk, Atau bagaimana jika tiba-tiba dlm shalat sang Imam sakit dan harus berubah posisi menjadi duduk.
Apakah ia mengikuti duduk sedangkan ia bisa berdiri? Atau tetap berdiri saja karena memang rukunnya duduk? Dalam hadits shahih yg diriwayatkan shaikhan; Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, dari sahabat Abu Hurairah yg menjelaskan tetang kewajiban-kewajiban makmum tehadap Imamnya:
إِنَّمَا جُعِلَ اَلْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ, فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا, وَلَا تُكَبِّرُوا حَتَّى يُكَبِّرَ, ... , وَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا, وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا أَجْمَعِينَ "Imam itu dijadikan untk diikuti, jika ia takbir, maka bertakbirlah ... jika ia shalat dlm keadaan berdiri, berdirilah dan jika dlm keadaan duduk, maka duduklah kalian semua" (Muttafaq 'alayh)
Secara zahir redaksi hadits, memang jelas dinyatakan bahwa sang makmum tetap mengikuti Imam dlm keadaan duduk. Nyatanya, ulama lintas madzhab tak menyepakati itu. Setidaknya ada 3 pendapat dari ulama madzhab fiqih terkait Imam duduk ini:
[1] Makmum Mengikuti Imam, Tanpa Alasan
Ini adlh pendapat madzhab Imam Ahmad bin Abdullah bin Hanbal, yg mengambil hukum dari zahir teks hadits. Dan memang begitu sejatinya, bahwa makmum itu tak punya jalan kecuali mengikuti saja apa yg Imam kerjakan, dan itu perintah Nabi s.a.w..
Namum beliau mengecualikan, jika duduknya Imam terjadi ditengah shalat. Maksudnya Imam memulai shalat dgn berdiri, tapi karena sakit beliau merubah posisinya menjadi duduk, makmum tetap harus berdiri. Ini dimabil dari kisahnya shalat para sahabat yg berdiri kemudian Nabi s.a.w. yg dlm keadaan sakit datang dan menjadi Imam dlm keadaan duduk, tapi sahabat tetap dlm keadaan berdiri bersama Abu Bakr r.a. yg awalnya menjadi Imam.
[2] Tidak Sah Bermakmum Kepada Imam yg Duduk
Secara tegas, madzhab Imam Malik menyatakan bahwa orang yg tak bisa berdiri, / tak bisa shalat dlm keadaan berdiri tak bisa menjadi Imam; karena makmum yg berdiri tak sah shalatnya jika bermakmum kepada orang yg duduk.
Imam Malik bukan tak tahu hadits konsekuesi Makmum terhadap Imam itu, akan tetapi hadits yg panjang itu, bagian yg shalatnya Imam duduk di-takhshish oleh hadits mursal riwayat Imam al-Daro Quthniy:
لا يؤمن أحدكم بعدي قاعداً قوماً قياماً "janganlah salah satu dari kalian menjadi Imam dlm keadaan duduk untk kaum yg mampu berdiri" (HR. al-daro Quthniy)
Bukan hanya hadits mursal -yang dinilai oleh madzhab lain tak bisa dijadikan Hujjah- ini saja yg men-takhshsish, dalam Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Imam Ibn Rusyd al-Qurthubiy jg mengatakan bahwa Imam Malik berhujjah dgn 'Amal ahl Madinah perihal Imam shalat yg duduk ini.
Imam Shan'aniy dlm kitabnya SubulusSalam (hal. 396), menambahkan dalilnya madzhab Imam Malik yg menguatkan pendapatnya ni dgn hadits yg diriwayatkan oleh Qadhi Abd. Wahab al-Baghdadi al-Maliki (422 H):
لا تختلفوا على إمامكم ولا تتابعوه في القعود "janganlah kalian menyelisih Imam, dan jangan ikuti Imam (yang Shalatnya) Duduk".
Tapi setelahnya, ulama madzhab Fiqih Zaidiyah ni bahwa hadits Qadhi ini tak ditemukan dlm kitab-kitab hadits. Artinya haditsnya tak jelas sumbernya -menurut beliau-.
[3] Imam Duduk, Makmum Tetap Berdiri
Ini pendapat madzhab-nya Imam Abu Hanifah dan Imam al-Syafi'i yg mengatakan bahwa makmum shalatnya tetap sah bermakmum kepada Imam yg duduk, akan tetapi makmum yg bisa berdiri tak bisa dibenarkan jika shalatnya duduk, walaupun Imamnya duduk. Artinya ia tetap shalat dlm berdiri dan Imam dlm keadaan duduk.
Ini didasarkan atas peristiwa shalat Nabi s.a.w. riwayat Imam al-Bukhari dari istri Nabi; Sayyidah 'Aisyah r.a., yaitu hadits tentang shalatnya Nabi s.a.w. yg sedang dlm keadaan sakit dan menjadi Imam dlm keadaan duduk.
Ketika itu sahabat sudah bermakmum kepada sahabat Abu Bakr r.a. karena memang Nabi s.a.w. sedang sakit di kamar 'Aisyah r.a., tapi kemudian Nabi keluar dan masuk masjid langsung menjadi Imam shalat. Abu Bakr r.a. ketika itu berubah status menjadi Muballigh untuk Nabi s.a.w.. Posisinya ketika itu, Nabi s.a.w. duduk dan para sahabat semua berdiri. Kalau seandainya harus duduk, pastilah Nabi s.a.w. memerintahnya mereka untk duduk semua sebelum shalatnya.
[Imam al-Shan'aniy: "Perintah Duduk Hanya Sebuah Kesunahan"]
Dalam kitab Subulus-Salam (hal. 396), Imam Shan'aniy mengeluarkan pendapatnya, bahwa perintah duduk mengikuti Imam duduk adlh perintah yg tak berbuah kewajiban / keharusan. Akan tetapi, setelah menimbang beberapa hadits terkait, ulama madzhab Fiqih Zaidiyah ni menyatakan bahwa perintah duduk itu statusnya mandub, atau sunnah saja, bahasa keren-nya "recommended".
Dalam artian bahwa makmum diberi pilihan untk mengikuti Imam dlm keadaan duduk -dan itu afdhal- / tetap dlm keadaan berdiri dan itu tak membuat shalat jemaahnya rusak.
Akan tetapi di luar itu semua, pembahasan ni adlh pembahasan yg memang sejak awal sudah diperdebatkan, artinya masing-masing kita boleh saja mengikuti pendapat mana yg disukainya. Dan tetap berlapang dada dgn adanya perbedaan.
Tidak dibenarkan salah satu di antara kita untk memaksa orang lain dlm memilih pendapat yg sama / lebih jauh lagi, menyalahkan orang lain yg berbeda. Jelas itu tindakan yg sangat tak dewasa!.
Wallahu a'lam
0 Response to "Imam Shalat Duduk, Makmum Harus Bagaimana?"
Posting Komentar